Nak, teruslah
berjalan walau jalanmu tampak tak elok dipermulaan. Yakinlah, jika jalan itu
kau telusur lebih lama dan lebih sabar dari orang lain, maka kelak kau akan
menjadi penuntun bagi saudara-saudaramu yang memilih jalan sama sepertimu saat
ini. Teruslah, bukankah keheningan dan hingarbingar selalu ada Tuhan?
Publik sudah kian sadar bahwa
pendidikan penting untuk dikejar. Tengok saja dikampung-kampung, saking
semangatnya mendidik anak, sejak diusia dini anak-anak desa sudah diajak les
calistung. Dunia bermain semakin sesak didesak agenda-agenda dibalik “demi masa
depan anak”. Jika dunia anak-anak yakni dunia bermain semakin hilang, maka
jangan sambat nantinya ketika usia
dewasa, mereka tetap kekanak-kanakan. Namun, semakin sadarnya masyarakat akan
pentingnya pendidikan tak selalu berbanding lurus dengan stigma positif tentang
segala yang ada didunia pendidikan. Mulai dari sekolah, tenaga kependidikan,
sampai guru yang paling banyak mendapat sorotan. Tahukah anda begitu berat
berada di jalan ini (dunia pendidikan)? Tulisan
ini bukan bermaksud untuk menceritakan betapa terjalnya jalan. Karena bukankah
seperti yang mereka katakan dan sering elu-elukan, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.
Bukan rahasia umum lagi betapa nestapanya jalan ini. Terik tak terasa lagi
manakala mengingat senyuman dan riuhnya kelas serta harapan-harapan orangtua
akan keberhasilan anaknya kelak. Melalui
tulisan ini, mari bersama-sama bergandeng tangan.
Dunia pendidikan Indonesia memang
menarik untuk disimak. Mulai dari pembunuhan dan kekerasan baik terhadap guru
maupun murid seolah semakin menyiratkan bahwa pendidikan bangsa ini tidak dalam
keadaan baik-baik saja. Rekrutmen ASN guru yang masih dipertanyakan, korupsi
lembaga pendidikan, hilangnya makna pendidikan, kecurangan menjadi budaya semuanya
merupakan momok dan PR bagi kita semua.
Jika membicarakan keburukan,
masyarakat dengan kode negara +62 memang ahlinya. Akun-akun sosial media
tertentu bahkan secara fulgar membeberkan kebobrokan seseorang, lembaga, dan
sebagainya. Anehnya, kok ya “laku”? Sekali saja kau buat kesalahan, maka
seantero nusantara bahkan dunia akan mengetahuinya. Namun, sebaik apapun kau
bertindak, bahkan masih saja disebut pencitraan dan sejenisnya. Kembali lagi
kedunia pendidikan, jika kita melihat dunia pendidikan seburam itu, maka mulailah bukan
mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Mulailah dari diri sendiri,
berkaca. Bukankah keberhasilan dan tanggungjawab pendidikan bukan hanya milik
guru dan sekolah? Tapi kita semua, tanpa terkecuali.
Kesalahan oleh oknum jangan kemudian
digeneralisasi (gebyah uyah)
keseluruh orang dalam bidang tersebut. Misalnya, jika ada guru yang memang
tidak melaksanakan tugasnya dengan maksimal, maka yakinlah masih ada guru yang
melakukan seluruh tugasnya dengan baik dan maksimal. Janganlah mudah mengambil
kesimpulan sesaat apalagi didasarkan pada sesuatu yang disebut “Viral”.
Untukmu yang sering memandang sebelah
mata dan memutuskan mengambil kesimpulan tergesa-gesa. Pernahkah kau sekali
saja ingin menjadi siapa yang sedang kau komentari saat ini? Percayalah bahwa
jika kau diberi kesempatan berada diposisi mereka, maka belum tentu kau sekuat
mereka saat ini. Percayalah, dibalik senyuman mereka yang sering kau lihat itu,
ada begitu banyak urusan pelik seputar diri dan keluarga yang tak mungkin
diceritakan.
Untukmu yang sering gebyah uyah, dari sisi mana kami harus
memandang bahwa kau lebih kompeten dari yang kau nyinyiri? Sejauh mana peranmu hingga rasanya wajib menilai pihak
yang justru lebih lama ada didunia itu?
Agar sama-sama nyaman. Tulisan ini
bukan membenarkan para oknum di bidangnya masing-masing. Oknum tetaplah oknum
yang dari mereka publik tau betapa praktik dilapangan tak seindah yang di
programkan. Betapa masih begitu membudanyanya keburukan dan kobobrokan. Mari,
kita mulai hari esok dengan penuh optimisme membara. Percayalah jika hal ini
kita lakukan bersama hasilnya akan luar biasa. Kritik boleh namun yang
konstruktif bukan malah meruntuhkan semuanya.
Banyuwangi,
Karya:
Achmad Iqbal
Komentar
Posting Komentar