Langsung ke konten utama

Percayalah Tuhan Maha Tahu


Nak, teruslah berjalan walau jalanmu tampak tak elok dipermulaan. Yakinlah, jika jalan itu kau telusur lebih lama dan lebih sabar dari orang lain, maka kelak kau akan menjadi penuntun bagi saudara-saudaramu yang memilih jalan sama sepertimu saat ini. Teruslah, bukankah keheningan dan hingarbingar selalu ada Tuhan?

Publik sudah kian sadar bahwa pendidikan penting untuk dikejar. Tengok saja dikampung-kampung, saking semangatnya mendidik anak, sejak diusia dini anak-anak desa sudah diajak les calistung. Dunia bermain semakin sesak didesak agenda-agenda dibalik “demi masa depan anak”. Jika dunia anak-anak yakni dunia bermain semakin hilang, maka jangan sambat nantinya ketika usia dewasa, mereka tetap kekanak-kanakan. Namun, semakin sadarnya masyarakat akan pentingnya pendidikan tak selalu berbanding lurus dengan stigma positif tentang segala yang ada didunia pendidikan. Mulai dari sekolah, tenaga kependidikan, sampai guru yang paling banyak mendapat sorotan. Tahukah anda begitu berat berada di jalan ini (dunia pendidikan)?       Tulisan ini bukan bermaksud untuk menceritakan betapa terjalnya jalan. Karena bukankah seperti yang mereka katakan dan sering elu-elukan, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Bukan rahasia umum lagi betapa nestapanya jalan ini. Terik tak terasa lagi manakala mengingat senyuman dan riuhnya kelas serta harapan-harapan orangtua akan keberhasilan anaknya kelak.  Melalui tulisan ini, mari bersama-sama bergandeng tangan.

Dunia pendidikan Indonesia memang menarik untuk disimak. Mulai dari pembunuhan dan kekerasan baik terhadap guru maupun murid seolah semakin menyiratkan bahwa pendidikan bangsa ini tidak dalam keadaan baik-baik saja. Rekrutmen ASN guru yang masih dipertanyakan, korupsi lembaga pendidikan, hilangnya makna pendidikan, kecurangan menjadi budaya semuanya merupakan momok dan PR bagi kita semua.

Jika membicarakan keburukan, masyarakat dengan kode negara +62 memang ahlinya. Akun-akun sosial media tertentu bahkan secara fulgar membeberkan kebobrokan seseorang, lembaga, dan sebagainya. Anehnya, kok ya “laku”? Sekali saja kau buat kesalahan, maka seantero nusantara bahkan dunia akan mengetahuinya. Namun, sebaik apapun kau bertindak, bahkan masih saja disebut pencitraan dan sejenisnya. Kembali lagi kedunia pendidikan, jika kita melihat dunia pendidikan seburam itu, maka mulailah bukan mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Mulailah dari diri sendiri, berkaca. Bukankah keberhasilan dan tanggungjawab pendidikan bukan hanya milik guru dan sekolah? Tapi kita semua, tanpa terkecuali.

Kesalahan oleh oknum jangan kemudian digeneralisasi (gebyah uyah) keseluruh orang dalam bidang tersebut. Misalnya, jika ada guru yang memang tidak melaksanakan tugasnya dengan maksimal, maka yakinlah masih ada guru yang melakukan seluruh tugasnya dengan baik dan maksimal. Janganlah mudah mengambil kesimpulan sesaat apalagi didasarkan pada sesuatu yang disebut “Viral.

Untukmu yang sering memandang sebelah mata dan memutuskan mengambil kesimpulan tergesa-gesa. Pernahkah kau sekali saja ingin menjadi siapa yang sedang kau komentari saat ini? Percayalah bahwa jika kau diberi kesempatan berada diposisi mereka, maka belum tentu kau sekuat mereka saat ini. Percayalah, dibalik senyuman mereka yang sering kau lihat itu, ada begitu banyak urusan pelik seputar diri dan keluarga yang tak mungkin diceritakan.

Untukmu yang sering gebyah uyah, dari sisi mana kami harus memandang bahwa kau lebih kompeten dari yang kau nyinyiri? Sejauh mana peranmu hingga rasanya wajib menilai pihak yang justru lebih lama ada didunia itu?

Agar sama-sama nyaman. Tulisan ini bukan membenarkan para oknum di bidangnya masing-masing. Oknum tetaplah oknum yang dari mereka publik tau betapa praktik dilapangan tak seindah yang di programkan. Betapa masih begitu membudanyanya keburukan dan kobobrokan. Mari, kita mulai hari esok dengan penuh optimisme membara. Percayalah jika hal ini kita lakukan bersama hasilnya akan luar biasa. Kritik boleh namun yang konstruktif bukan malah meruntuhkan semuanya.


Banyuwangi,
Karya:



Achmad Iqbal

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEK FINANCIAL

Seberapa sering gaji kita cuma sekedar mampir di dompet lalu pergi menghilang? Seberapa banyak liabilitis yang kira sebagai asset yang akhirnya menjadi pengeluaran rutin bulanan dan menguras penghasilan kita? Dua dari sekian ratus pertanyaan mengenai sisi financial yang trend dikalangan masyarakat zaman sekarang. Bahwa lebih mudah mengikuti life style dan menambah beban liabilities dibandingkan memperbesar asset riil demi masa depan. Kenali secara mendasar apa perbedaan asset dan liabilities. Apa pentingnya memperbesar asset dan mengurangi liabilities. Periksa terlebih dahulu pemahaman anda mengenai “uang”. Karena yang menjadi pertentangan hingga sekarang adalah soal kekuatan uang (power). Semakin besar penghasilan yang anda terima berbanding lurus dengan semakin besar pula pengeluaran anda, kenapa? Karena pada saat anda tahu akan adanya tambahan penghasilan, maka otak anda akan merespon dengan tambahan barang yang ingin and...

KENANGAN TERINDAH

Terlewat manis memang semua hal yang telah terlewati, kenangan yang membombardir dan mengambil alih fikiran hingga tercipta suatu perasaan rindu yang teramat sangat. Setiap moment yang telah dilalui tak luput dari ingatan yang mengingat itu semua. Aku menyerah untuk melawan semua itu agar tak kuingat, nyatanya rasa rindu dan bahagia bersatu menjadi satu ketika hal ini kembali teringat. Ku syukuri apapun kenangan yang pernah kulalui, entah baik ataupun buruk karena Allah telah berkenan membuatku merasakan hal itu semua hingga Aku bisa menjadi dewasa dan bisa diandalkan seperti sekarang ini. Walaupun dulu penuh dengan tangisan ataupun tawa yang tiada henti sekarang akhirnya membuatku tersenyum. Lalu kenangan mengenai apa? Apa yang telah kulewati hingga Aku seperti sekarang? Sesakit apa luka yang pernah kurasa hingga sekarang aku mampu mentolelir rasa sakit dan tak mudah mengeluh lalu berhenti ditengah perjalanan? Hal yang patut sekali Ku syukuri atas semua kejadian itu adalah kekuat...